GRESRUTS

Jadi Pengecer Koran Risikonya Sedikit


Rantai panjang distribusi surat kabar dan majalah adalah celah bagi sub-agen atau yang biasa diistilahkan pengecer koran. Bertempat di kios kecil atau hanya memakai gerobak yang difungsikan sebagai toko kelontong, mereka menjembatani masyarakat.
"Usaha ini nyaris tidak mengandung risiko rugi," kata Tukiyah (61) yang sudah beberapa tahun mangkal dengan gerobaknya di Jalan Gayam, dekat Stadion Mandala Krida. Risikonya hanya kalau koran atau majalah banyak terkena cipratan air sehingga basah.
"Kalau sudah begitu, koran tidak bisa dikembalikan ke agen yang menyetor kemari. Mereka ya tidak mau. Satu lagi kendalaya adalah hujan. Kalau saat hujan koran tak cepat dimasukkan, ya bakal rugi banyak," ujarnya, Jumat (11/4).
Pengecer seperti dirinya rata-rata menerapkan sistem titipan. Jadi, kalau tidak laku, koran ia kembalikan. Memang ada sistem beli langsung, tetapi ini berisiko. Meski untungnya lebih gede, kalau tidak laku barang tidak bisa dikembalikan ke agen.
Alasan itulah yang membuat ia melirik untuk menekuni profesi sebagai pengecer surat kabar. Dalam sehari, ia bisa menjual minimal 20 koran dan majalah dengan keuntungan Rp 500-Rp 800 per eksemplar. Sabtu dan Minggu ia bisa dapat keuntungan lebih.
Dahono (46), warga Gondolayu, Cokrodirjan, Jetis, Kota Yogyakarta, juga setia menjalani profesi itu. Sepuluh tahun lalu kiosnya yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman, dekat Hotel Mercure, sebenarnya hanya difungsikan sebagai usaha ganti oli motor.
"Terus saya berpikir sepertinya bagus kalau saya sekaligus jualan koran dan majalah. Jadi, sambil menunggu waktu motornya diganti oli, mereka bisa beli dan baca. Awalnya dulu hanya jualan beberapa media, sekarang lebih komplet," ucapnya.
Keuntungan
Kini hasil dari jualan koran dan majalah bahkan jauh lebih banyak ketimbang usaha ganti olinya. Dalam sehari, ia mampu menjual 11-20 koran dan minimal 10 majalah. Jumlah pembeli biasanya naik saat Sabtu dan Minggu atau hotel sebelah sedang banyak tamu. Oleh agen satu media, ia diberi 3-5 eksemplar. Tidak mesti habis semua, namun satu koran biasanya terbeli. Dahono menambahkan, "Rata- rata keuntungan Rp 500 per eksemplar. Kalau laku sekitar 30 koran dan majalah, ya berarti cukup lumayan."
Pelanggan Dahono dan Tukiyah rata-rata karyawan. Namun, sering pula pelajar menyambangi kiosnya. Mereka bersyukur warga Yogyakarta menganggap informasi dari koran adalah hal berharga. Banyaknya mahasiswa menjadi berkah tersendiri. "Karena ada koran dan majalah, saya ya sering baca. Hitung-hitung nambah pengetahuan," ujar Tukiyah.
Para sub-agen atau pengecer koran-majalah ini biasanya memang punya usaha lain di tempat sama. Dahono membuka usaha ganti oli dan isi ulang pulsa. Tukiyah dan suaminya membuka usaha tambal ban juga toko kelontong di atas gerobak birunya.
Namun, usaha koran dan majalah dirasa masih utama sebagai penyokong ekonomi keluarga. Sepanjang media cetak masih direspons masyarakat, selama itu usaha mereka bisa diharapkan meski tak bisa dimungkiri jumlah pengecer akan terus bertambah.

DAFTAR ISI ARTIKEL

 

BANNER LINK TEMEN

freedownload http://coolmixs.blogspot.com/

TEKS LINK TEMEN

LINK FAVORIT

THANK'S TO :

GRESRUTS Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template