Abigdev adalah salah satu perusahaan pengembang game dari Bandung yang menangkap fenomena ini untuk mengembangkan usaha. Pengelola Abigdev yang sekaligus merupakan pembuat game animasi Fajar Persada, mengatakan, minat pengguna facebook untuk bermain game lumayan tinggi. “Dalam satu hari ada sekitar 10.000 user yang memakai satu flash game,” ujar Fajar.
Hingga kini, Abigdev sudah meluncurkan delapan jenis game di berbagai situs jejaring online. Fajar mengaku selalu mengusung tema game yang berbau edukasi. Beberapa game bikinan Abigdev adalah nusachallenge dan angklung heroes game. Pengguna facebook bisa memainkan permainan nusachallenge tersebut.
Ke depan, Abigdev ingin terus mengembangkan permainan yang siap pakai dan siap untuk dijual. Harga satu game itu sekitar US$ 600. “Harga semakin mahal jika game itu menawarkan konten yang semakin canggih atau menyediakan banyak efek game,” ujarnya.
Sebagian besar game bikinan Abigdev memakai teknologi tiga dimensi (3D). Nah, harga game yang membutuhkan space lebih besar dan konten game lebih canggih ini mencapai US$ 1.000.
Fajar mengatakan penentuan harga ini mengacu pada harga game portal online di pasar internasional. “Jadi kami di sini bersaing dengan pembuat game animasi dari luar,” jelas Fajar.
Gamer gampang bosan
Kebanyakan penggemar game alias gamer cepat bosan terhadap satu permainan. Kebiasaan ini membuat bisnis pembuatan game animasi ini masih terbuka lebar.
Fajar memperkirakan tiap satu game paling lama bertahan antara dua sampai tiga tahun dengan jumlah user antara satu juta hingga tiga juta. Ketika gamer mulai meninggalkan sebuah permainan, artinya pengembang harus membuat game yang baru.
Untuk membuat satu game dibutuhkan satu tim yang beranggotakan tiga orang. Pembuatan game ini butuh waktu paling cepat sekitar dua bulan. Yang paling lama, ungkap Fajar, adalah proses pembuatan konsep game.
Pembuat game harus melakukan riset untuk mencari tahu tren game yang banyak diminati. Saat ini, dunia game masih berkiblat pada dua negara: Korea dan Jepang. “Biasanya game itu pengembangan dari komik,” kata Fajar.
Richard Kartawijaya, Wakil Ketua Asosiasi Peranti Lunak Telematika Indonesia (Aspiluki) menilai, peluang di bisnis pembuatan game animasi saat ini memang masih sangat terbuka lebar. Sifat gamer yang gampang bosan justru semakin menguntungkan.
Tapi, menurut Richard, pengelola situs jejaring sosial, tentu tak mau rugi. Para pembeli konten itu menyukai game yang kreatif dan variatif. “Mereka hanya akan membeli game yang bisa bertahan lebih lama agar tidak tekor,” jelasnya.
Saat ini, 60% game yang ada di Indonesia merupakan bikinan luar negeri. Sisanya baru buatan anak negeri. Richard menyebut ciri game lokal adalah lebih bersifat edukatif.
Sayang, game yang berkembang saat ini lebih banyak bergenre kekerasan. “Pembuat dan pembelinya mungkin untung karena banyak peminat. Namun demikian, efek buat konsumen kurang baik,” ujar Richard.
sumber