GRESRUTS

MENGUNDUH UNTUNG LEGIT DARI DEMAM INTERNET



Kini boleh dibilang internet benar-benar tengah memasyarakat. Semakin banyak orang yang enggan berpisah dari internet, barang sehari pun. Tak sedikit orang dan perusahaan yang makin bergantung pada internet, dari sekadar untuk menyapa teman lama sampai melancarkan urusan bisnis nan serius.

Tak heran, kini banyak warung internet (warnet) selalu penuh pengunjung. Kian banyak pula orang yang lebih suka mengakses internet di rumah dengan cara berlangganan layanan akses internet sendiri. Selain tak perlu keluar rumah, mereka lebih bebas menentukan waktu ngenet.

Sekarang banyak tawaran berlangganan internet di rumah. Selain menjadi pelanggan layanan internet service provider (ISP) kelas kakap, termasuk melalui operator telepon seluler, kita bisa juga berlangganan layanan dari ISP-ISP kecil.

Sebenarnya nyaris tak ada beda antara ISP kelas rumahan ini dan ISP kelas kakap. Asal tahu saja, kebanyakan pebisnis ISP kelas rumahan ini sebenarnya mendapatkan akses internet dari ISP besar juga. “Intinya, kami berbagi jaringan ke pelanggan,” ujar Mulyadi Bakir, penyedia ISP kelas rumahan.

Praktik bisnis ini memang mirip dengan bisnis warnet. Perbedaannya, pelanggan tidak perlu bertandang ke warnet bila ingin berselancar ke dunia maya. Penyedia layanan ISP akan menyediakan jaringan internet ke rumah pelanggan.

Ternyata, bisnis ini cukup mendapat sambutan yang positif. Selain karena kualitas internet lebih stabil ketimbang akses internet dari operator ponsel, akses internet melalui ISP umumnya juga lebih cepat ketimbang di warnet. Itu sebabnya, banyak orang lebih suka menggantungkan layanan dari ISP kelas rumahan ini.

Mandiri

Tengok saja, pengalaman usaha Mulyadi yang menggeluti usaha internet rumahan ini sejak empat tahun lalu. Menamai usahanya dengan nama Warnet Rumahan, Mulyadi mengawali usaha dengan membuka warnet. Seiring dengan banyaknya permintaan pelanggan untuk pemasangan instalasi internet ke rumah, Mulyadi bertekad membangun jaringan. “Modal awalnya hanya Rp 40 juta untuk membuat menara dan jaringan,” cetus dia.

Berbeda dengan bisnis warnet yang digelutinya, usaha ISP yang dilakoninya lebih mudah. Dia, misalnya, tak perlu menyediakan komputer, pemilik rumah yang jadi pelanggan pasti punya komputer sendiri. Mulyadi hanya perlu membagi bandwidth atau kapasitas jaringan internet yang dibelinya dari ISP kelas kakap.

Cara Mulyadi menggulirkan bisnis ini kurang lebih seperti berikut. Dia berlangganan internet dari ISP perusahaan telekomunikasi dengan kapasitas bandwidth sebesar 1,7 megabyte berbiaya berlangganan

Rp 1,1 juta per bulan.

Dari jatah bandwidth yang dia peroleh, Mulyadi bisa melebarkan jaringan internet ke sekitarnya melalui teknologi tanpa kabel. Para pelanggan kudu membayar jaringan yang dipakainya Rp 250.000 per bulan.

Sayang, tawaran ini kurang menarik di mata pelanggan. Kata Mulyadi, banyak pelanggan lebih suka memanfaatkan jaringan internet yang dia sediakan dengan sistem perhitungan per jam. “Biayanya cuma

Rp 3.500 per jam,” kata dia.

Nah, dengan pola perhitungan per jam inilah Mulyadi justru memperoleh penghasilan lumayan, yakni Rp 400.00 per hari. Dalam sebulan Mulyadi bisa membukukan omzet Rp 12 juta. Setelah dikurangi biaya operasional serta gaji pegawai, keuntungan bersih yang dia dapat sekitar Rp 4 juta.

Rupanya, ada sebab pelanggannya lebih suka hitungan per jam seperti di warnet. “Pelanggan bisa memaksimalkan penggunaan internet di rumah saat membutuhkan tanpa perlu ongkos besar,” terang dia. Mulyadi juga diuntungkan dalam pembagian kecepatan dan kestabilan layanan internet karena pelanggan umumnya tak memakai dalam waktu bersamaan.

Selain usaha ini, Mulyadi juga bisa memperoleh penghasilan lain dari melayani pemasangan dan instalasi jaringan internet di seluruh DKI Jakarta. Khusus untuk layanan internet berlangganan di rumah, jangkauan pasar dia baru seputar rumahnya di Cikokol, Tangerang.

Kalau tertarik ingin menjalankan bisnis serupa, sebelum membuka usaha sebaiknya Anda terlebih dulu mengurus izin mendirikan usaha serta izin menjadi distributor ISP dari Departemen Komunikasi dan Informatika serta membangun menara. “Ini enggak gampang, tapi bisa dilakukan,” ujar Mul-yadi berbagi tip.

Kemitraan

Jika tak mau repot dengan urusan perizinan, Anda bisa juga menjadi pengusaha internet rumahan dengan menjadi mitra usaha serupa yang telah lebih dulu beroperasi. Salah satu ISP yang menawarkan kemitraan adalah Net Home.

Saat ini Net Home baru menawarkan sistem kemitraan usaha yang berlokasi di daerah Bekasi dan sekitarnya. Namun, kini, Net Home mulai menge-pakkan sayap ke Depok dan Jakarta. Khusus untuk dua wilayah ini Net Home baru menyediakan layanan set up jaringan internet dengan sistem beli putus.

Ini berbeda dengan wilayah Bekasi dan sekitarnya. Net Home sudah berani menawarkan kemitraan ke investor. Bermodalkan Rp 13,5 juta, mitra berhak mendapatkan instalasi internet, bandwidth dengan kecepatan 128 kilobyte per detik, serta menara pemancar yang siap beroperasi.

Tak perlu khawatir sulit mengoperasikan bisnis ini meski Anda tidak memiliki keahlian atau pengetahuan yang cukup mengenai teknis jaringan internet. “Kami menyediakan teknisi yang siap melakukan perbaikan jaringan,“ ujar Deddy Kurniawan, pemasar Net Home, berhawa promosi.

Selain itu, Net Home juga akan ikut mencarikan pelanggan bagi semua mitranya. “Jika kami yang mendapat pelanggan, kami akan menyalurkan ke mitra yang berada di daerah pelanggan itu,” ujar dia.

Tak hanya itu. Mitra juga punya hak selalu ikut serta dalam iklan dan promosi Net Home di semua media, baik itu di majalah, koran, maupun di internet. Dengan berbagai fasilitas dan kewajiban tersebut, Net Home memakai sistem bagi hasil. Sebesar 60% dari total omzet yang diperoleh si mitra.

Omzet mitra usaha tentu saja diperoleh dari pembayaran biaya langganan konsumen yang tak lain pemakai yang menggunakan jejaring internet. Untuk menjadi pelanggan, mereka harus membayar biaya registrasi sebesar Rp 200.000. Biaya ini belum termasuk kabel dan radio penangkap sinyal alias jaringan internet (dekoder) yang bisa disediakan sendiri oleh pelanggan. “Kalau pelanggan menginginkan, kami bisa menyediakan semua alat ini,” kata Deddy.

Untuk itu, pelanggan harus menambah pembayaran total menjadi Rp 1 juta untuk biaya instalasi berikut modem. “Biaya pendaftaran berikut biaya instalasi menjadi hak Net Home,” ujar Deddy.

Lalu, dari mana mitra mendapat keuntungan? Tentu saja mereka bisa memperolehnya dari penerimaan layanan berlangganan internet oleh konsumen. Saban bulan pelanggan harus membayar biaya berlangganan sebesar Rp 250.000.

Dengan asumsi seperti ini, jika mitra punya minimal lima pelanggan saja, dia akan mendapatkan omzet sebesar

Rp 1,25 juta dari uang berlangganan. Dari omzet ini, mitra memang harus menyetor

Rp 750.000 ke Net Home. “Sisanya untuk si mitra,” ujar dia.

Menurut hitungan Deddy, dengan jumlah pelanggan stagnan hanya 10 pelanggan, mitra bisa balik modal dalam 14 bulan. “Semakin banyak jumlah pelanggan, waktu yang dibutuhkan untuk balik modal tentu semakin cepat,” ujar dia.

Deddy yakin, semakin tingginya animo masyarakat untuk menggunakan internet, pasar dalam bisnis ini akan terus mengembang. Bahkan jika dalam satu tahun bisa punya 45 pelanggan, omzet mereka mengembang jadi Rp 11,25 juta, dengan keuntungan sekitar

Rp 5,62 juta per bulan untuk mitra. Tentu saja, si mitra harus tetap menjaga kualitas layanan internet tetap stabil dan cepat. “Berarti ada konsekuensi penambahan bandwidth,” ujar Deddy. Mereka tak lagi bisa mengandalkan kapasitas semula yakni 128 kilobyte per detik yang hanya bisa melayani sekitar 15 pemakai internet.

Namun, ini tak jadi soal bagi mitra karena penambahan bandwidth tidak berarti ada biaya tambahan. Net Home akan menambah langsung kebutuhan tambahan bandwidth tersebut.

Bagaimana, tertarikkah Anda mencoba peruntungan berbisnis akses internet ini?

sumber

DAFTAR ISI ARTIKEL

 

BANNER LINK TEMEN

freedownload http://coolmixs.blogspot.com/

TEKS LINK TEMEN

LINK FAVORIT

THANK'S TO :

GRESRUTS Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template