GRESRUTS

Peluang di Bisnis Software Akuntansi

k03-26-softwareakuntansiKOMPUTER kini memang telah menjadi perlengkapan wajib banyak pengusaha kelas kecil dan menengah (UKM). Namun, ternyata, ini tak berarti para pengusaha UKM itu telah memanfaatkan komputer untuk mengelola keuangan mereka agar menjadi lebih rapi.

Buktinya, meski tak ada data resmi, Ketua Asosiasi Piranti Lunak Telematika Indonesia (Aspiluki) Djarot Subiantoro melihat, jumlah pengguna peranti lunak (software) akuntansi masih sedikit.

Selain perusahaan-perusahaan skala besar, hanya sebagian UKM yang telah mengadopsi software akuntansi. Menurut Djarot, banyak perusahaan skala menengah dengan omzet antara Rp 1 miliar hingga Rp 10 miliar per bulan memakai software ini.

Kondisi ini menyediakan peluang yang sangat besar bagi para pembuat software lokal. Apalagi, menurut Fadil Fuad Basymeleh, pendiri PT Zahir Internasional, di Indonesia ada tak kurang dari 40 juta UKM yang bisa menjadi pasar software akuntansi ini.

Pemain masih sedikit


Selain itu, pemain di pasar software akuntansi, terutama yang membidik segmen UKM, belum terlalu banyak. Betul, kini sudah ada sekitar 20 produsen software akuntansi di Indonesia. "Tapi, yang membidik skala menengah, saat ini hanya sekitar tiga perusahaan," tukas Mas Agung Sachli, pemilik Integritas Makmur Mandiri, produsen peranti lunak akuntansi merek FINA. Mas Agung mengaku, FINA termasuk pemain kelas menengah ini. Pesaingnya adalah Accurate dan Zahir Accounting.

Sementara, Aspiluki mencatat, ada enam perusahaan yang membuat software akuntansi untuk UKM. "Karena lahan yang belum tergarap tinggi, pertumbuhan pengguna software akuntansi ini berkisar 20% tiap tahunnya. Tapi jumlah produsennya tetap," tukas Djarot.

Cuma, pengusaha yang masuk pasar software akuntansi ini harus siap menghadapi banyak tantangan. Mas Agung sendiri menyebut ada beberapa alasan yang membuat pengusaha UKM enggan memakai peranti lunak akuntansi. Pertama, belum banyak UKM yang menggunakan jasa akuntan. Kedua,  belum ada patokan yang jelas mengenai standar harga software akuntansi.

Harga software akuntansi bisa mulai dari puluhan ribu rupiah sampai puluhan juta rupiah per paket. "Kompetitor ada yang pasang harga satu paket Rp 1 juta untuk satu orang pemakai. Ada juga yang Rp 5 juta per paket untuk dipakai sampai 20 orang pegawai," ujar Mas Agung.

Masalahnya, hingga saat ini, belum ada pihak yang mau mengevaluasi dan membandingkan kelebihan serta kekurangan paket masing-masing software itu. "Sehingga bagi pebisnis, terutama yang tidak mengerti TI, membeli software akuntansi seperti masuk ke hutan belantara," lanjutnya. Ketiga, banyak pengusaha masih meyakini, semakin berantakan pembukuan, mereka akan semakin aman menghindari pajak.

Namun, baik Mas Agung maupun Djarot yakin, dengan penerapan standar pajak yang ketat saat ini, dalam waktu satu atau dua tahun ke depan, jumlah perusahaan skala menengah yang memakai software akuntansi akan meningkat pesat.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Djarot menyarankan perusahaan pembuat software akuntansi segera mengembangkan produknya agar mempunyai nilai plus ketimbang hanya sebagai software penghitung rugi laba saja.

"Produsen harus kreatif melengkapi software akuntansinya dengan aplikasi bisnis dan manajemen lainnya sehingga juga bisa membantu keputusan bisnis," kata Djarot. Singkat kata, kata Djarot, software itu harus bisa menjadi solusi bisnis bagi pemakainya.

Aspiluki sendiri saat ini sedang gencar mengedukasi perusahaan-perusahaan skala menengah untuk menggunakan software akuntansi. "Kami bilang, jangan lihat biayanya, tapi lihat valuenya," tutur Djarot.

Sementara, Fadil mengingatkan agar pengusaha software juga berani memberikan layanan purna jual bagi pelanggannya. Dengan jaminan ini, para pengguna tentu akan merasa lebih nyaman.

Baik Djarot maupun Mas Agung bilang bahwa kondisi krisis saat ini tak berpengaruh terhadap penggunaan software akuntansi. "Di satu sisi memang ada industri yang kolaps. Tapi di sisi lainnya masih ada yang bertumbuh. Tinggal bagaimana produsen melihat dan memanfaatkan peluang tersebut," kata Mas Agung.

Mas Agung mengungkapkan, kini software akuntansi FINA yang terbit sejak 2006 telah merambah sebagian besar Jakarta dan Surabaya. "Saat ini kami punya 600 pelanggan dengan omzet sekitar Rp 300 juta per bulan," lanjut Mas Agung.

Produk FINA sendiri tersedia dalam dua paket. Pertama, harga Rp 17 juta untuk tiga pengguna. Kedua, harga Rp 29 juta untuk enam pengguna. "Di saat krisis, yang harga Rp 29 juta malah lebih laku," imbuhnya

Mas Agung juga mengaku, sejak pertama kali diluncurkan pada 2006, fitur dasar FINA belum banyak mengalami perubahan. Akan tetapi, fitur FINA sangat fleksibel mengadopsi perubahan seperti perubahan aturan pajak.

Sementara, dengan harga paket antara satu juta sampai belasan juta rupiah, Zahir Accounting telah menggaet ribuan pelanggan. Menyiasati krisis, Zahir meluncurkan Zair Merdeka, yakni paket software akuntansi yang dijual dengan sistem sewa prabayar.

sumber

DAFTAR ISI ARTIKEL

 

BANNER LINK TEMEN

freedownload http://coolmixs.blogspot.com/

TEKS LINK TEMEN

LINK FAVORIT

THANK'S TO :

GRESRUTS Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template